Disaat rekan-rekan seusianya menjadi peserta sikat gigi masal yang berhasil mencatatkan sejarah di Musium Rekor Indonesia (MURI), seorang bocah perempuan hanya dapat menyaksikan itu semua dari kejauhan tanpa ada keberanian untuk mendekat. Rasa malu dan rendah hati terlihat jelas di wajahnya, seakan membentuk jurang pemisah teramat jauh dalam kehidupannya, Hermawati (10) nama bocah perempuan itu hanya bermain bersama sang adik yang berusia tiga tahun di bawah rindangnya pohon tak jauh dari barisan para peserta. Ketika lapangan Ahmad Yani Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) tempat diselenggarakan pemecahan rekor MURI dilaksanakan mulai di sepi dari pengunjung, ia pun mulai memberanikan diri untuk mendekat dengan terlebih dahulu meninggalkan sang adik sendirian bermain. Pandangan matanya pun mulai menyusuri ke setiap sudut stadion, berbekal kantong plastic (kresek) warna hitam langkah demi langkah disurinya setiap jengkal luas lapangan sepak bola Ahmad Yani Baturaja. Seperti membuat ingin membuat mainan tangan mungil Herawati memungut satu demi satu botol dan gelas plastik sisa minuman ringan untuk dikumpulkan menjadi satu, sebelum dimasukkan ke dalam kantong hitam yang di bawanya. Mengetahui aktivitasnya menjadi perhatian lensa kamera Herawati mejadi ketakutan dan seperti ingin berlari menjauh, beruntung langkahnya dapat disusul setelah bertanya akhirnya pun diperkenalkan dengan orang tuanya juga berkerja sebagai pemulung. Bocah yang duduk di kelas lima Sekolah Dasar Negeri 14 Baturaja ini mengaku pekerjaan ini biasa dilakukannya pada pagi hari sebelum sekolah, bersama ibunya dan adiknya yang masih kecil, sedang untuk hari ini ia memang tidak ikut mejadi peserta sehingga ia bisa membantu ibunya mecari plastik sisa minuman ringan “Aku sekolahnya siang, jadi pagi ikut ibu cari barang bekas samo adek,” ujarnya seraya menunjukkan adiknya yang duduk tenang di bawah rindangnya pohon akasia. Dikatakannya hasil dari pengumpulan barang bekas itu ia berikan kepada orang tuanya untuk di tabung buat beli baju sekolah, ia juga ingin terus bersekolah biar pintar dan bisa bekerja lain, meski untuk mengapai harapan itu ia rala harus menjadi seorang pemulung. “Inginnya kalau sudah besar cepat berkerja biar cepat dapat uang jadi bisa bantu ibu,” ungkapnya Hal senada diungkapkan ibunya, Mardiana (35) mengatakan ia menjadi pemulung hampir 10 tahun, sedang anaknya Herawati diajaknya menjadi pemulung sekitar tiga bulan lalu sejak kelas lima Sekolah Dasar, aktivitas ini dijalankannya untuk memenuhi kebutuhan hidunya Keluarga yang tinggal di Jalan Ahmad Yani Simpang Suska Kelurahan Kemelaraja Kacamatan Baturaja Timur ini juga bercerita biasanya dirinya berserta kedua anaknya harus menempuh jarak berkilometer untuk mengumpulkan barang bekas, itu pun terkadang hanya mendapat satu hingga dua kilo plastik dan kardus. “Kalau ada acara seperti ini kita bisa dapat banyak, lumayan untuk anak dan tambahan hidup sehari-hari,” ujarnya Setelah barang tersebut dikumpulkannya di rumahnya barulah barang bekas itu di jualnya ke penadah di Jalan Mayor Iskandar Baturaja, untuk satu kilo plastik bisa dijual seharga Rp3000/kilo dan kardus Rp500/kilo. Meski harus berkerja sebagai pemulung ibu dan anak ini merasa lebih baik, karena mau berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya dengan rezeki halal. “Sebenarnyo kalau ada kerjaan halal yang lain saya mau, tapi pemulung juga halal dan syukur bisa nambah bayar kontarakan bedeng,” pungkasnya seraya mengatakan suaminya Mulyadi (35) berkerja serabutan, dan terkadang juga ikut mencari barang bekas.